Sebelumnya di postingan saya terdahulu "jejak kereta api di riau" saya menceritakan bagaimana tempat monumen kereta api jaman jepang berada di kota pekanbaru yaitu di jl KH Nasution, Simpang tiga, Pekanbaru. museum sederhana berdiri di komplek pemakaman dan Monumen Pahlawan kerja. Relief
terukir di salah satu sisi dindingnya menggambarkan kekejaman jepang
terhadap para pekerja.Ini menjadi saksi sejarah yang tak terbantahkan.
Monumen Kereta Api di Pekanbaru |
Relief di dinding monumen kereta api |
Tempo Doeloe 68 tahun yang lalu, di tahun 1943 Jepang mulai membangun jalur kereta api Pekanbaru (Riau) – Muaro Sijunjung (sumatera barat) Berawal dari rencana Belanda pada tahun 1920 yang ingin membangun jalur
kereta api Pekanbaru – Muaro namun karena medan yang sulit sehingga
belum terlaksana sampai pecahnya Perang Dunia II. Sebelum Perang Dunia II pemerintah kolonial Belanda telah membuat
rencana pembangunan jaringan jalan rel kereta api yang menghubungkan
pantai timur dan pantai barat Sumatera, yang akhirnya akan meliputi
seluruh pulau Sumatera. Jalur Muaro ke Pekanbaru adalah bagian dari
rencana itu. Tapi hambatan yang dihadapi begitu berat, banyak
terowongan, hutan-hutan dan sungai serta harus banyak membangun
jembatan. Karena belum dianggap layak, rencana itu tersimpan saja di
arsip Nederlands-Indische Staatsspoorwegen (Perusahaan Negara Kereta Api
Hindia Belanda).
Sumatera RailWay Pekanbaru - Muaro |
Jepang yang mengetahui rencara tersebut merealisasikannya dengan
pertimbangan pada saat itu, banyak kapal-kapal jepang yang berhasil
ditenggelamkan oleh kapal selam sekutu. Dengan jalur kereta ini, jepang
ingin menghubungkan antara Samudera Hindia dan Selat Malaka, sehingga
pengangkutan logistik dan tentara melalui laut dapat diminimalisir.
Selain itu, Jepang perlu angkutan yang efektif dan efisien untuk
mengangkut batubara dari ombilin ke pekanbaru untuk selanjutnya di bawa
ke Singapura. Pengalaman Jepang dalam proyek Death Railways Burma-Siam yang dapat
selesai dalam 18 bulan membuat jepang optimis atas pembangunan serupa di
Pekanbaru.
Jalur Death Railway Pekanbaru - Muaro |
Penguasa militer Jepang melihatnya sebagai jalan keluar persoalan yang
mereka hadapi. Pembangunan jalan rel yang menghubungkan Sumatera Barat
dan pantai timur Sumatera akan membuat jalur transportasi yang
menghindari Padang dan Samudera India yang dijaga ketat kapal perang
Sekutu. Jalan kereta api baru itu akan memperluas jaringan
Staatsspoorwegen te Sumatra’s Weskust (SSS) sepanjang 215km ke pelabuhan
Pekanbaru. Dari sana, melalui Sungai Siak akan mudah mencapai Selat
Melaka
Pekerjaan dimulai September 1943. Tenaga kerja yang digunakan oleh jepang berasal dari tenaga kerja
Romusha yang didatangkan dari tanah jawa dan daerah lainya serta para
tawanan perang sekutu. Para Romusha membangun fasilitas
perkeretaapian dan badan jalan rel di Pekanbaru. Mei 1944 para tawanan
perang mulai berdatangan. Tapi sebagian romusha dan tawanan perang tidak
pernah sampai ke Pekanbaru. Banyak yang terbunuh ketika kapal yang
mereka tumpangi tenggelam terkena torpedo Sekutu. Kapal yang mereka
tumpang bernama Kapal Maru Junyo dan Waerwijk Van. Sebagian besar
romusha pekerja rel ini meninggal karena kurang makan, penyakit dan
perlakuan buruk.
Para Pekerja Romusha Saat itu |
Puluan ribu nyawa melayang. Sebuah buku berjudul “Eindstation Pekan Baru
1944-1945-Dodenspoorweg door het Oerwoud” yang ditulis oleh Henk
Hovinga menyebutkan bahwa “mereka itu telah dipaksa bekerja dalam suatu
neraka hijau, penuh ular, lintah dan harimau, lebih buruk lagi miliaran
nyamuk malaria, di bawah pengawasan kejam orang-orang Jepang”.
Material kereta api – rel, lokomotif dan gerbong – didatangkan juga dari
tempat lain, termasuk beberapa lokomotif bekas Deli Spoorweg
Maatschappij (DSM) and Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS).
Karena Jepang terdesak waktu untuk menyelesaikan lintasan ini,
pembangunan terowongan dihindari, tapi untuk melintasi sungai dan jurang
masih tetap harus dibangun jembatan dari kayu yang ditebang di hutan
yang dihuni harimau. Akhirnya jalan rel ini selesai pada 15 Agustus
1945, bersamaan dengan penyerahan Jepang pada Sekutu. Ternyata jalur ini hanya digunakan antara Mei 1945 – Agustus 1945 untuk
pengangkutan batu bara. Setelah itu jepang dipaksa angkat kaki oleh
Sekutu dengan dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Dan
lebih ironis lagi, jalan kereta api ini tidak pernah digunakan untuk tujuannya semula,
membawa batubara dari Sawah Lunto, Sumatera barat, ke Pekanbaru. Kereta
api yang melalui jalan rel ini hanya kereta api pengangkut tawanan
perang yang telah dibebaskan. Tidak lama setelah itu jalan rel ini
ditinggalkan begitu saja. Para romusha dan tawanan perang yang
mengorbankan nyawa untuk pembangunan jalan rel ini mati sia-sia.The Death Railways pekanbaru-Muaro inipun terlantar,
puluhan ribu korban yang berjatuhan tak mendapat tempat dalam ingatan,
bahkan hilang dari sejarah bangsa ini.
Sebuah Lokomotif Tua Di Kebun Warga Desa Lipat Kain |
Pembangunannya telah memakan korban jiwa romusha Indonesia dan tawanan
perang Belanda, Inggris dan Australia. Diperkirakan sekitar 10.000
romusha dikuburkan sepanjang jalan rel di tengah belantara Sumatera,
meski tidak aka ada yang tahu jumlah pastinya. Sehingga jalan kereta api
ini dikenal juga sebagai Jalan Kereta Api Maut Sumatera ada juga yang
menyebutnya Pekanbaru Rail Line, seorang penulis Belanda menyebutnya
“The Death Railway”
Dalam pengerjaan jalur Kereta api Sumatra Railway dari Pekanbaru hingga Muaro terdapat banyak Kamp para pekerja,kam-kamp itu terdapat di : “modder Lust” – Resort Lumpur, Soengeitengkrang (“Death Camp” – Rumah Sakit), Boeloeh Taratak, Loeboeksakat, Soengaipagar, Lipat Kian (sisi sungai), Kota Baroe, Logas, Ambatjan Loeboek, Koeantan-rivier – 1, Koeantan-sungai – 2, Moeara, Tapoei, Pete
Dalam pengerjaan jalur Kereta api Sumatra Railway dari Pekanbaru hingga Muaro terdapat banyak Kamp para pekerja,kam-kamp itu terdapat di : “modder Lust” – Resort Lumpur, Soengeitengkrang (“Death Camp” – Rumah Sakit), Boeloeh Taratak, Loeboeksakat, Soengaipagar, Lipat Kian (sisi sungai), Kota Baroe, Logas, Ambatjan Loeboek, Koeantan-rivier – 1, Koeantan-sungai – 2, Moeara, Tapoei, Pete
Camp Para Pekarja |
Tidak hanya monumen lokomotif ataupun tugu pahlawan kerja saja yang
menandakan bahwa dulunya terdapat Kereta Api di Riau, tetapi juga
beberapa penilitian dari luar negeri, buku maupun dokumentasi poto serta
replika rel kereta api dan lain-lain sebagainya juga masih ada
terdokumentasi dengan rapi diluar negeri tepatnya di Monumen National
Memorial Arboretum di Staffordshire Inggris.
Monumen National Memorial Arboretum di Staffordshire Inggris. |
HET INDISCHE SPOOR IN OORLOGSTIJD, sebuah buku ini yang bercerita tentang Jalur Kererta Api Muaro – Pekanbaru.
Tragedi kemanusiaan yang terjadi di rimba Sumatera pada zaman
pendudukan Jepang dalam Perang Dunia II yang silam terekam dalam buku
karangan Henk Hovinga yang berjudul : “The Sumatra Railroad: Final
destination Pakan Baroe 1943-1945” (5th rev. ed & 1st English ed.);
Leiden: KITLV Press, 2010.
Di
Pekanbaru terdapat sebuah jalan yang bernama Jalan Kereta Api, di Jalan
Kereta Api tersebut dahulunya terdapat rel, menurut masyarakat di
Sekitar Jalan Rel Api,dulunya terdapat beberapa sisa besi tua rel,dan
besi-besi tersebut diambil dan dijual oleh orang tidak dikenal.
*Di ambil dari berbagai sumber yang relevan
No comments:
Post a Comment